Salah satu pengertian LDR menurut
mbah Google adalah singkatan
dari Long Distance Relationship atau
hubungan jarak jauh yaitu hubungan yang sedang dijalani antara dua orang namun
terpisah oleh jauhnya jarak dan waktu yang memisahkan. Ada apa
bahas-bahas LDR? Seperti biasa
tantangan dari The Jones Team. Kali ini tema bersumber dari Nandez si Pangeran
Bangko. Entahlah pasal apa yang menbuat dia memilih tema ini. Mungkin pernah
tersakiti karena LDR atau sedang LDR bahkan mungkin berniat LDR? Bisa jadi semuanya pernah dan akan dia
lewati ahahaha. Ehhh tapi ini kan nggak bahas hidupnya dia. Okelah mari
menulis.
Sebelum membahas LDR
sebagai bentuk hubungan dengan seseorang yang spesial di hati, aku ingin
membahas LDR yang sudah aku jalanin
semenjak kecil dengan keluarga yang juga pastinya sangat punya tempat
teristimewa di hati. Karena dalam sejarah hidupku sepertinya LDR itu bukan hal baru lagi.
Semenjak umur dua tahunan, aku sudah ditinggalkan oleh ibu,
karena sakitnya. Aku yang masih sangat kecil saat itu, belum mengerti sama
sekali akan kepergian ibu. Selain beliau ada beberapa orang yang sangat aku sayang,
yang sudah terlebih dahulu pergi. Tanteku yang sangat baik. Dia pergi juga karena
sakit. Aku tidak melihat langsung kepergiannya kala itu. Karena lagi sekolah di
Padang. Kakekku, ayah dari ibuku, yang aku panggil Ayah, pergi meninggalkanku
ketika aku tinggal ke pasar di kampung. Aku libur kuliah saat itu. Beliau masih
sempat menitip makanan ketika aku mau pergi. Kondisi beliau lagi sakit. Ketika
sampai di rumah, beliau ternyata sudah pergi. Tidak sempat mencicipi makanan
yang dipesannya. Kemudian Nenekku, ibu dari ibuku, yang aku panggil Mak. Beliau
pergi saat aku sudah bekerja di Bintaro. Aku mendapatkan kabar ketika berada di
angkutan umum. Aku tidak bisa pulang waktu itu. Hanya tangis dalam diam dan doa
yang aku sampaikan dari jauh.
Kepergian ibu mungkin baru berasa setelah aku remaja.
Sementara kepergian Tante, Ayah dan Mak sangat aku rasakan ketika mereka tiada. Hanya
kuburan ibu yang pernah aku saksikan. Tidak dengan kuburan Tante, Mak dan Ayah.
Entahlah, apakah kebetulan belum sempat atau memang aku yang secara sengaja
tidak mau melihat “tempat tinggal mereka”. Untuk menepis kerinduan terhadap mereka, aku
selalu menganggap mereka pergi untuk sementara. Pergi ke tempat yang aku tidak
mungkin bisa datang sesukaku. Dan begitu juga mereka tidak bisa datang sesuka
mereka lagi. Mereka selalu ada, tetapi tiada. Hubungan kami sangat jauh. Terpisah
jarak, ruang dan waktu. Saat rindu menerpa, aku harus bisa menahannya dengan
caraku sendiri.
Ketika aku memasuki kelas dua SMA, aku sudah tinggal
sendirian di Padang. Karena keluargaku pindah ke kampung. Sampai aku masuk
perguruan tinggi pun terpisah dari mereka. Yah, mungkin bisa dikatakan jarak
dengan keluargaku tidak terlalu jauh. Masih satu pulau, satu propinsi, tetapi
sudah beda kota. Tetapi tetap dalam keseharian aku tidak bersama mereka.
Setelah lulus kuliah, beberapa bulan kemudian aku memutuskan untuk merantau ke
pulau Jawa. Sekitar tahun 2000 aku pergi dari kampung. Semenjak itulah aku
semakin terpisah jarak dari keluarga. Tinggal sendiri, merasakan berkali-kali lebaran
sendiri, sakit pun dihadapi sendiri sudah menjadi bagian dalam perjalanan
hdupku semenjak merantau. Tidakkah rindu pada keluarga? Itulah hebatnya anak
rantau kawan, mereka tahu menempatkan rasa rindu itu dimana dan bagaimana.
Kita kembali ke kasus LDR.
Kalau dipikir-pikir akupun selalu menjalin hubungan dengan seseorang yang terpisah
jarak dan bahkan waktu, kalau ruang sih belum pernah. Amit-amit, ahahaha. Apa nggak
capek menjalin hubungan berjauhan gitu? Apa ya jawabannya, mungkin Tuhan itu
selalu memberikan jalan sesuai dengan yang kita mampu. Mungkin kalau aku
bilang, aku sudah terbiasa kok LDR
sama keluarga sendiri, masak sama orang yang baru dikenal beberapa lama dalam
hidup nggak bisa? Walaupun ada korelasinya, tetapi mungkin konteksnya berbeda. Karena
jenis hubungannya kan berbeda. Persamaannya adalah, terbiasa jauh dengan
keluarga, menyebabkan jauh dari seseorang menjadi hal biasa juga. Bukan suatu
hal yang perlu terlalu dipermasalahkan juga. Apalagi dengan teknologi yang
sudah canggih sekarang ini.
Perbedaannya adalah, pada tingkat kepercayaan. Karena sudah
pasti keluarga tidak akan pernah mengkhianatimu. Kata khianat ini jangan membahas sengketa keluarga dan sebagainya yang
tidak baik. Kita abaikan saja kasus khusus dengan keluarga yang seperti itu.
Tetapi pada dasarnya kau tidak akan perlu was-was misalnya keluarga akan
tiba-tiba tidak menganggapmu sebagai bagian dari mereka. Bahkan perselisihan
dengan keluarga pun tidak akan merubah status menjadi “mantan”. Mantan anak,
mantan adik, mantan kakak misalnya.
Namun tidak begitu halnya dengan pasangan yang sedang LDR. Karena bisa saja tiba-tiba ada yang
khianat dari salah satu kita. Karena sejatinya yang paling utama dari LDR ya itu kepercayaan. Ketika itu
percaya nggak ada, habis sudah, sebaiknya hentikan saja daripada bikin sakit
kepala sendiri. Ada yang bilang, yang dekat saja bisa khianat apalagi yang
jauh. Itu mah emang udah niatnya. Hal lain yang penting dalam LDR itu adalah komitmen. Komitmen dalam
berkomunikasi. Sesibuk apapun, sempatkanlah tetap saling memberikan kabar.
Tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekedar berkirim kabar.
Mereka yang sedang menjalankan LDR, sungguh termasuk orang-orang yang tangguh. Harus menjaga
hubungan tetap berjalan dengan baik, harus memupuk rasa percaya yang penuh,
belajar artinya sabar, belum lagi menerima bully-an orang-orang.
“Duhhh daripada LDR mending jomblo deh, sama aja
penderitaannya.”
“Nggak ada yang deketan apa? Musti yang jauh gitu?”
“Nggak Lelah Dilanda Rindu?”
“Hati-hati lho, udah setia nggak taunya Lha Diselingkuhin Rek”
Lha iya sih, kalau semua bisa memilih, setiap orang mungkin
tidak memilih untuk LDR. Tetapi kalau
pada kenyataan harus menjalaninya. Apa yang bisa dilakukan? Menjalaninya kan berat.
Ya, tetapi setiap hubungan dekat atau jauh pun tetap ada masalah bukan? Kalau
dibilang yang LDR lebih rentan
masalah mungkin. Terus jalan keluarnya? Nikmatin saja. Tidak mau bermasalah
dalam menjalin hubungan dengan seseorang? Hidup sendiri saja. Namun tetap akan
bermasalah jikalau sendiri bukan? Itulah intinya sebentuk apapun, semua
hubungan akan mempunyai permasalahan sendiri. Hadapi saja. Itu sudah
jawabannya. Tidak perlu teori, trik khusus. Percaya, sabar dan komitmen.
Kalau segampang itu, kenapa mereka yang LDR seringnya tidak berjalan mulus? Karena untuk menjalankan 3 hal
tadi itu bukan perkara mudah, kawan. Percaya, jangankan percaya sama pasangan,
percaya ama diri sendiri saja seringnya kita bermasalah. Sabar, memangnya sabar
itu mudah. Sabar itu mudah kalau diucapkan, apalagi yang ucapin orang lain.
Terasa ringan banget. Komitmen, juga bukan merupakan hal yang sepele. Komitmen
itu harus dari kedua belah pihak. Tidak mungkin jika hanya salah satu pihak
yang memegang teguh komitmen itu. Terus tadi katanya tidak perlu teori atau
trik khusus, bagaimana menjalankan semua yang terlihat tidak mudah itu? Ya,
tinggal dihadapi dan dijalankan. Kemana arahnya, dimana muaranya nanti,
serahkan pada takdir yang sudah tersurat. Terpenting itu ada usaha untuk
menjalankannya semampu dan sebaik-baiknya.
“Bagian terbaik dari
jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan sukanya, sesuatu
yang sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh
pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian
terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati
setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak
pernah paham indahnya jatuh cinta.” – Tere Liye.
Indah
dan sepertinya mudah bukan kalimat itu? Tetapi untuk sampai pada titik
tersebut, sangat diyakini sangatlah sulit. Sudah memasuki fase yang namanya
ikhlas. Jelas ini bukan hanya untuk yang sedang LDR, tetapi buat semua yang sedang menjalin hubungan. LDR atau bukan, hadapi dan nikmati saja
prosesnya, Jika semesta mendukung, kau tidak perlu berdarah-darah untuk
memperjuangkannya. Milikmu akan menjadi milikmu, jika tidak biarkan dia pergi
meski ada rasa sakit yang akan tersisa. Begitu adanya kata-kata orang bijak
pernah menjalaninya, entah siapa. Mungkin aku, kamu, dia, atau mereka.
beneran curhat..
BalasHapus