I’ll Get Married Soon, But Don’t Push Me



Beberapa hari yang lalu, chatting dengan teman, yang sudah lama tidak berjumpa. Nggak kenal-kenal banget juga sih. Biasalah pasti pertanyaan seputar sudah menikah, berapa anaknya. Sudah terbisa sih dengan pertanyaannya. Yang sedikit mengusik adalah jawaban sang teman ketika aku bilang belum menikah. "Kamu terlalu milih-milih kali". What? Sotoy banget nih orang.

Karena kejadian ini tiba-tiba ingat pernah punya tulisan yang dulu dikirim ke lombanya Mbak Risa.
**********
Nikah buruan! Mau tunggu apa lagi? Keburu kiamat!
Saya mau menunggu waktu. Memangnya kalau kiamat, waktu mau mati ditanya ya sudah menikah atau belum? Tidak ada hubungannya juga. Saya juga ingin menikah. Siapa yang tidak mau? Pertanyaan yang sering dilontarkan keluarga, saudara dan teman. Saya terusik? Dengan umur 33 37 tahun seperti sekarang bohong kalau saya katakan tidak terusik. Pertanyaan-pertanyaan tersebut saya menganggapnya sekarang ini bukti mereka perduli pada saya. Mereka menyayangi saya. Positive thinking.

Berada dalam pikiran sekarang ini saya membutuhkan proses. Dulu saya akan merasa sangat tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan seputar pernikahan. Ketika saya menjelang umur 30. Ketika bertemu saudara, ataupun teman mereka mempertanyakan kesendirian saya, bibir saya memang menjawab manis, tetapi tidak hati saya. Saya memang berusaha untuk tersenyum. Kenapa tidak sekalian menanyakan kapan saya mati? Mereka percaya bukan kalau rezeki, jodoh, dan ajal ada ditangan Tuhan. Benar mereka bertanya dengan nada yang manis. Tetapi bagi saya saat itu pertanyaan mereka tidak manis didengar telinga.

Inilah yang ada dibenak saya dulu ketika pertanyaan-pertanyaan berikut dipertanyakan:

“Mau nunggu apalagi, umur terus bertambah lho?”
Saya tahu waktu terus berjalan, saya tidak akan mungkin menahan lajunya waktu. Tetapi saya tidak menunggu apa-apa. Saya tidak mengejar siapa-siapa. Memangnya tidak boleh ya, dengan bertambahnya umur tetapi kita belum berumah tangga. Apakah saya harus kejar-mengejar dengan waktu? Seolah-olah ada bom waktu yang menghantui saya. Dan bom itu akan meledak jika saya belum juga menikah. Kalau iya, lebih baik saya mencari penjinak bom.

“Jangan terlalu pilih-pilih.”
Dalam menjalani kehidupan pasti selalu ada pilihan. Memangnya kalau sudah umur 30-an tidak boleh memilih ya? Kenapa mereka tidak mencoba mencari kosa kata yang lebih enak didengar telinga. Seolah-olah saya belum menikah karena selama ini saya terlalu pemilih. Apa yang saya pilih? Kalau saat itu saya sendiri belum punya pilihan. Kalau boleh saya memilih, saat ini saya mau orang yang bertanya kepada saya, langsung enyah dari hadapan saya.

“Nanti susah lho kalau sudah berumur punya anaknya.”
Lihatkan? Mereka seolah bisa melebihi Tuhan. Maha tahu segalanya. Apakah mereka menjamin kalau saya menikah di usia “seharusnya”, saya akan segera mendapatkan anak? Ada orang yang sudah menikah bertahun-tahun belum dikaruniai momongan. Oke, benar kalau semakin berumur akan semakin beresiko. Tetapi apakah saya meminta mereka yang menanggung resiko itu? Yang akan menanggung akibatnya saya juga bukan? Kenapa mereka yang stress?

“Nanti nyesal lho, kalau nikahnya ketuaan”
Bagaimana kalau saya balik, menyesal mana yang sudah menikah dengan yang belum menikah? Apa anda merasa bahagia dengan pernikahan sekarang? Apa dengan menikah semua masalah hidup saya selesai? Saya rasa setiap kehidupan mempunyai permasalahan masing-masing. Jangan dipikir orang yang sudah menikah tidak pernah menyesal. Walaupun saya belum pernah menikah, saya pernah mendengar cerita tentang pernikahan. Orang tidah harus mati dulu untuk tahu rasanya mati bukan? Memangnya bisa menjamin saya akan tidak menyesal kalau nantinya menikah.

Adalagi yang mempunyai komentar aneh, menurut saya kala itu. Keburu kiamat lho.
Hah! Memangnya kalau orang yang sudah menikah kalau kiamat tidak ikut mati? Sama-sama tidak bernyawakan kita. Sama-sama sudah tidak memikirkan suami, istri dan anak. Mereka bertanya pastilah bermaksud berkelakar, tetapi dulu saya merasa “panas” di hati. Kenapa orang-orang ini begitu herannya dengan orang yang belum menikah?

Begitulah hati saya menjawab pertanyaan-pertanyaan ataupun komentar-komentar orang seputar diri saya yang belum juga menikah. Saya ingin berteriak, saya sudah sangat merasa tersiksa dengan hati saya sendiri. Bisakah mereka sedikit menjaga perasaan saya. Tidak terus bertanya hal itu-itu saja. Bisakan menanyakan hal lain? Mungkin mereka tidak pernah merasakan apa yang saya rasa, saya yang seharusnya mengerti. Tetapi saat itu saya tidak mau dan tidak akan mengerti mereka, karena saya sendiri harus berperang dengan batin saya.

Saya bukan tipe orang yang bisa mengeluarkan apa isi pikiran saya. Kala itu. Saya lebih banyak diam. Memendam sendiri apa yang saya rasakan. Hanya tersenyum. Sementara dalam hati saya marah. Karena kalau saya marah, saya takut mereka tersinggung. Tetapi mereka tidak pernah merasa telah menyinggung perasaan saya. Apa mereka pikir, saya senang dengan  kondisi saya? Tanpa mereka bertanyapun hati saya sudah merasa tidak enak. Saya segan untuk bertemu saudara-saudara, bertemu teman-teman. Jangan penuhi lagi otak saya dengan pertanyaan-pertanyaan ataupun komentar-komentar kalian!

Mungkin mereka berfikir, kalau tidak bertanya nanti saya mengira tidak diperdulikan. Tetapi apakah mereka tidak bisa membayangkan bagaimana kalau berada di posisi saya? Saya akan menerima dan menjawab jika ditanya dari hati ke hati. Tidak bertanya di saat pertemuan keluarga, misalnya. Pertanyaan itu seolah-olah mereka meneriakkan persis ditelinga saya, HEY, MASAK SUDAH BERUMUR BELUM MENIKAH! Kenapa tidak sekalian membuat pengumuman di koran?

Tahukah mereka kalau mereka seperti itu, saya akan balas bertanya. Tetapi bukan pada mereka. Saya bertanya kepada Tuhan. Kenapa jalan hidup saya harus seperti ini? Saya tidak bisa menjawab mereka, saya tidak bisa beragumen dengan mereka. Saya tidak bisa mengeluarkan apa isi hati saya. Ini yang menyebabkan mereka merasa saya akan baik-baik saja dengan pertanyaan mereka.

Namun itu dulu, saat itu mungkin saya sedang labil. Saya suka menangis saat sendiri. Tetapi tidak sekarang. Butuh proses untuk berpikir positif. Walaupun sepenuhnya saat ini saya belum mampu untuk benar-benar tidak terusik dengan segala pertanyaan dan komentar, tetapi senyum atau candaan yang keluar dari mulut saya, tidak lagi diiringi hati yang “panas”. Mereka perduli dan sayang pada saya, oleh karena itu mereka mempertanyaakan kondisi saya.

Ketika usia saya melewati batas 30 tahun, saya mulai cooling down dengan hati saya. Percuma saya memerangi diri saya sendiri. Percuma saya menanggapi dengan kemarahan setiap pertanyaan-pertanyaan dan komentar-komentar yang disampaikan kepada saya. Hanya akan menambah beban pikiran dan hati kalau saya marah. Mereka tidak pernah berada di posisi saya, tentu mereka tidak paham bagaimana perasaan saya. Walaupun mereka mencoba mengerti tetapi mereka tidak akan pernah merasakan. Dan saya tidak mungkin memaksa mereka mengerti saya. Akan lebih nyaman jika saya menjawab dengan diselingi candaan. Membuat hati lebih tenang.

Saat bertemu keluarga ataupun teman, saya sudah siap dengan semua tanya dan komentar. Siap menjawab dengan santai tanpa merasa terbebani. Karena kalau saya terbebani, yang sakit bukan mereka, tetapi saya sendiri. Kenapa saya tidak mengatakan kepada mereka untuk tidak bertanya atau berkomentar? Akan percuma saja. Sekarang ini saya bukannya tidak ingin mengeluarkan apa yang saya mau. Saya tahu, kita semua tahu. Pertanyaan-pertanyaan itu sudah menjadi tradisi. Kalau belum menikah pasti ditanya kapan mau nikah? Kalau sudah nikah pasti ditanya kapan punya anak? Kemudian ditanya lagi, anaknya berapa orang. Kemudian berlanjut cucunya berapa orang?

Lalu sekarang saya kalau ditanya-tanya tidak akan terusik? Tentulah masih terusik. Saya memang terusik, tetapi tidak panik. Kalau mereka yang belum mendapatkan jodoh berkata, saya merasa senang dengan kesendirian saya. Saya baik-baik saja. Mereka tidak bohong. Tetapi bohong kalau mereka bilang tidak terusik. Pasti sesekali akan ada perasaan nelangsa. Tetapi setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Orang yang sudah menikah pun tidak selalu bahagia bukan? Yang telah berkeluargapun terkadang pernah merasakan kesendirian. Bukannya begitu?

Memang ada juga orang-orang yang masih sendiri karena benar berniat seperti itu. Dengan berbagai alasan. Ada yang takut mungkin, atau ada yang patah hati. Tetapi yang pasti, belum ketemu jodohnya saja. Kalau saya tidak ada niatan untuk tidak menikah. Tetapi jangan ditanya kapannya ya?  I’ll get married soon, but don’t push me. Saya tidak akan marah atau melarang orang bertanya. Tetapi masalah waktunya kapan itu diluar kuasa saya.

“Mau nunggu apalagi, umur terus bertambah lho?”
Mau menunggu ada yang menikahi saya. Kalau umur tidak bertambah, artinya sudah mati dong :D

“Jangan terlalu pilih-pilih.”
Wahhh, harus dong saya memilih. Saya menikah dengan laki-laki adalah pilihan. Masak saya menikah dengan perempuan.

“Nanti susah lho kalau sudah berumur punya anaknya.”
Katanya disuruh percaya sama Tuhan. Jadi susah atau tidak kita lihat saja nanti. Saya sendiri sudah mempunyai banyak anak. Anak-anak dari saudara-saudara saya. Mereka anak saya juga bukan?

"Nanti nyesal lho, kalau nikahnya ketuaan”
Mungkin saya akan menyesal kalau nikah muda tetapi menjadi cepat tua karena tidak bahagia.

“Keburu kiamat lho”
Berarti jodoh saya memang tidak di dunia. Berarti bukan rezeki saya. Saya menikahpun, nanti juga bakalan kiamat :D



Dee


Catatan: Sumber photo dari Google

2 komentar:

  1. Hahaha... Nasib kita sama Mba! :D Tapi dibawa enjoy aja.. :p
    Kalo ada temen lama yg tiba2 nanya saya punya anak berapa (tanpa tanya saya dah nikah belum), saya jawab aja anak saya buanyaaaak & sudah besar2. Maksudnya sih staf2 di kantor & saya memang dianggap "ibunya anak2", haha... :D
    Trus kalo ada yg sampe nanyain pertanyaan2 seperti yg Mba tulis diatas, kadang langsung saya todong balik, "Kenapa? Ada yg mo dikenalin?!". Kalo orangnya nanya cuma buat iseng atau gak punya niat baik, palingan bakal langsung ngeloyor pergi, hehe... :P

    Tapi sejak saya membuktikan kalo dengan 'kesendirian' saya bisa traveling ke 26 kota di 13 negara, mereka malah jadi gantian iri tuh karena mereka dah punya 'buntut' jadi ga sebebas saya, hahaha... *devil* :D

    Btw Mba, boleh minta kontak emailnya ga? Mau tanya2, rencana saya ke Korea besok Januari. Thanks. :)

    BalasHapus
  2. Hahaha iya Vita, dibawa santai saja mah omongan2 orang. Semua sudah ada jalan hidup masing2 :D

    Wahhh kerennn euyy udah kemana-mana, aku bisa "berguru" nih :D

    Ini alamat emailku ya : dewisusanti.ds@gmail.com

    BalasHapus